Apa Kabar Kemanusiaan? Maaf, Ia Tak Punya Visa Masuk ke Gaza
Saya muak. Itu kalimat pertama yang langsung terlintas ketika saya medapati kabar pagi ini. Lagi-lagi Gaza dibombardir.
Lagi-lagi anak-anak dibunuh. Lagi-lagi dunia mengeluarkan pernyataan “keprihatinan yang mendalam” dengan bahasa dingin seolah sedang membicarakan statistik, bukan jenazah.
![]() |
Gaza Today | amnesty.org |
Saya mencoba menahan emosi, tapi bagaimana bisa? Setiap hari saya melihat gambar reruntuhan, darah di jalanan, dan bayi yang sudah tak lagi menangis karena tubuhnya tak bernyawa. Tapi dunia tetap membahasnya sebagai konflik.
Ini pembantaian. Ini kolonialisme modern. Ini perang satu arah yang dibungkus rapi dalam narasi keamanan. Dan pelakunya jelas Israel.
Saya merasa malu menyebut dunia ini adil. Karena yang saya lihat, keadilan sangat selektif. Ketika rakyat Palestina berteriak minta perlindungan, dunia malah menyuruh mereka diam dan menghormati proses perdamaian.
Apa itu proses? Perdamaian macam apa yang membiarkan satu pihak terus membangun tembok dan menggusur rumah, sementara yang lain dikurung dalam blokade sejak belasan tahun?
Bayangkan hidup di Gaza. Tidak ada listrik stabil. Tidak ada air bersih cukup. Rumah bisa runtuh kapan saja karena bom dari udara. Sekolah bisa berubah jadi puing. Rumah sakit penuh dengan anak-anak yang kehilangan tangan, kaki, bahkan orangtuanya.
Israel selalu menyebut agresi militernya sebagai tindakan membela diri. Tapi pertanyaannya sederhananya adalah bagaimana bisa membela diri dengan menjatuhkan bom di kamp pengungsi?
Saya adalah orang yang tidak terburu-buru dalam berpihak. Dunia juga tidak bodoh. Tapi banyak yang pura-pura tidak tahu. Karena pelakunya adalah Israel negara yang dilindungi oleh kekuatan besar, disokong dana miliaran dolar, dan diberi hak istimewa di forum internasional.
Saya juga tidak bisa menutup mata bahwa kepentingan ekonomi membuat banyak negara bungkam. Negara-negara Arab yang dulu lantang membela Palestina, kini sibuk dagang dan menjilat tangan yang menekan Gaza.
Mereka berdamai bukan karena ingin damai, tapi karena uang dan akses pasar lebih menggiurkan daripada membela kebenaran.
Sementara negara Barat? Mereka menjual senjata ke Israel, lalu pura-pura sedih ketika senjata itu menewaskan anak-anak.
Dunia begitu reaktif ketika Iran atau Korea Utara disebut-sebut mengembangkan senjata nuklir. Tapi kenapa Israel yang sudah punya nuklir puluhan tahun dibiarkan begitu saja?
Kemanusiaan hari ini bukan soal nilai, tapi politik. Dan Gaza terlalu politis untuk diselamatkan.
Itulah sebabnya saya menulis: kemanusiaan tak punya visa masuk ke Gaza. Ia ditolak di perbatasan. Ia disuruh tunggu dulu sambil dunia menonton dari balkon gedung PBB yang adem dan ber-AC.
Ketika anak-anak Gaza nanti tumbuh dan bertanya: “Kenapa dunia membiarkan kami dibunuh?”, saya ingin bisa menjawab, “Setidaknya aku sudah berusaha bicara.”
Setiap kali saya melihat wajah-wajah anak Gaza, saya tidak melihat mereka sebagai berita. Saya melihat mereka sebagai teguran. Bahwa di dunia ini, banyak yang mengaku membela manusia, tapi diam saat manusia dilenyapkan perlahan.
Walaupun rakyat Gaza sangat membutuhkan bantuan dan keadilan, banyak negara memilih diam karena takut kehilangan kepentingan politik, dukungan ekonomi, atau sekutu strategis. Nilai-nilai kemanusiaan dikalahkan oleh negosiasi, kekuasaan, dan uang.
hari ini, "kemanusiaan" hanya diperjuangkan jika tak mengganggu kepentingan para penguasa.
Posting Komentar untuk "Apa Kabar Kemanusiaan? Maaf, Ia Tak Punya Visa Masuk ke Gaza"